Sabtu, 13 Februari 2021

Negeri Atas Awan

By : Alfia Azarifa


Part I.

    Kereta senja mulai memasuki gerbang malam yang telah terbuka dan menjanjikan mimpi-mimpi bagi para penumpangnya. Meninggalkan asap jingga diatas awan yang mulai malas menari. Melukis kenangan matahari siang bersama campuran warna yang elok di angkasa dengan sempurna.

    Tubuh Anna bergelayut membenarkan posisi duduknya. Sudah satu jam lebih ia menunggu hujan yang tak kunjung datang. Sikunya mulai kesemutan menjadi tumpuan telapak tangan yang menopang pipinya yang tembem. 

“Huahhh....” Anna menguap.
“Kubilang juga apa, tidak ada hujan hari ini. Musim kemarau masih panjang.” celetuk Harits kakak Anna. Matanya masih asik membuka halaman terakhir buku yang dibacanya.

Ditaruhnya buku ukuran kecil itu di rak. Kali ini serial detektif yang sudah diselesaikannya. Ratusan buku pernah dibacanya. Rak berukuran sedang di sudut kamar berisikan berbagai macam buku, tentu saja itu semua koleksi Harits. Cerita petualang, fantasi, detektif, dan dongeng adalah buku kesukaannya. Cerita yang menggurui, menganggap anak-anak bodoh dan akhir yang mudah di tebak adalah buku yang paling dibencinya.
Ia juga belajar menyukai buku sejarah, biografi tokoh, teknologi, juga pengetahuan tentang flora dan fauna. Buku semacam itu selalu dilengkapi foto dan ilustrasi berwarna yang menarik. Tebal dan besar, dengan kertas yang mengkilat.

Anna mengeluh panjang sambil merosot duduk di karpet mendekati kakak semata wayangnya. “Jika hari ini tidak hujan, pasti Putri Kanza tidak akan datang menjemputku", kata Anna sambil memanyunkan bibirnya.
Ekspresi itu yang selalu dia munculkan ketika hujan tidak kunjung datang. Tentunya saat musim kemarau berkepanjangan. Gadis kecil itu baru berusia tujuh tahun. Terpaut tiga tahun lebih muda dengan saudara laki-lakinya. Anna adalah gadis kecil periang dan cerdas, dia juga menaruh kecintaannya pada hujan. Anna selalu menikmati hujan dari balik kaca jendela kamar dia dan kakaknya. Ya, kamar mereka satu ruangan, hanya saja berbeda ranjang. Ranjang di sebelah kanan jendela yang dindingnya berlukiskan motif jaring-jaring spiderman adalah milik Harits. Sedangkan ranjang di sebelah kiri jendela yang dindingnya dilukis dengan gambar istana putih di atas awan adalah ranjang milik Anna.
Setiap musim hujan Anna selalu menikmati hujan dari balik kaca jendela, sesekali ia meminta Harits untuk menemaninya bermain hujan di taman belakang rumah. Mereka akan berlari-lari kesana kemari, bermain kejar-kejaran dan menari-nari di luar. Menengadahkan wajahnya ke arah datangnya butiran air langit yang dingin itu sambil tertawa lepas. Tapi  hanya beberapa menit saja, karena bunda melarangnya.

Musim hujan kemarin, dini hari Anna batuk-batuk keras dan menggigil. Bunda sampai terbangun dan muncullah ultimatum baru. “Mulai besok adek jangan lama-lama main hujan ya sayang! Kalau adek suka hujan di lihat saja dari kaca jendela, di luar udaranya dingin, nanti adek batuk-batuk lagi". Begitulah ultimatum baru dari ibu, walaupun Anna bukanlah anak perempuan yang cengeng dan suka merengek, tetapi hujan tetaplah dingin. Dan tubuh gadis kecil berusia tujuh tahun itu tidak akan kuat bermain hujan-hujanan dalam waktu yang lama. Ditambah pula kasih sayang seorang ibu yang tidak rela putrinya terkulai lemas karena demam.
Mulai saat itu Anna selalu menikmati hujan dari balik kaca jendela, sesekali cukup telapak tangannya saja yang bermain hujan-hujanan. Entah apa yang bisa membuatnya mencintai sejuk beningnya zat ajaib itu. Dulu katanya hanya suka saja. Tapi sekarang, dia suka karena jika hujan datang maka Putri Kanza dari Negeri Atas Awan juga akan datang.
 “Ihhh... Menggemaskan", tangan Harits mencubit kedua pipi adik kecilnya. “Kamu mengkhayal lagi ya? Itu cuma mimpi dek".
“Aku tidak mengkhayal kak... Itu bukan mimpi! Putri Kanza akan membawaku ke istananya ketika turun hujan. Karena hanya hujan yang bisa membawaku ke negerinya.” Tegas Anna sambil melototkan matanya".
Negeri Atas Awan, Putri Kanza dan Mangaspati. Semua itu mimpi yang dikhayalkan oleh Anna saat musim hujan beberapa bulan yang lalu, semua anggota keluarga sudah mendengarkan ceritanya. Negeri yang dulunya kaya dan damai, dimana pun menemukan hamparan awan, di atasnya adalah daerah kekuasaannya. Tapi tak semua orang bisa melihatnya, hanya mereka yang berhati bersih yang bisa melihat Istana di atas awan itu, yang lainnya hanya akan melihat gumpalan kapas yang putih dan halus saja.
Orang biasa tidak bisa menemukan negeri itu dengan terbang ke atas awan, ada tangga khusus yang menghubungkan Negeri Atas Awan dengan daratan tempat mereka tinggal. Dan tangganya hanya akan muncul ketika hujan datang, tapi yang mampu menaiki tangga itu hanyalah para pemberani. Dan sekarang negeri itu sedang dalam ancaman Mangaspati yang akan merebut kekuasaan. Maka dari itu Putri Kanza turun untuk meminta bantuan dari para kesatria suci dari bumi. Itu cerita Anna.
Tetapi tentu cerita itu hanya dianggap dongeng di mata ayah, bunda dan kakanya. Walaupun sudah dinasehati, Anna tetap teguh dengan pendiriannya. Dia percaya bahwa Negeri Atas Awan itu ada, dan Putri Kanza akan datang menjemputnya untuk memintanya membantu negeri itu melawan Mangaspati.

 Sepertinya dia terlalu banyak membaca dongeng dan menonton film khayalan milik kakaknya, mungkin itu yang menyebabkan terlalu liar imajinasinya. Ya ampun, Anna kan sudah berusia 7 tahun, harusnya sudah bisa membedakan khayalan dan kenyataan. Bukan malah mencampurbaurkan. Tapi biarkan saja, dia masih anak kecil yang sedang asik dengan dunianya. Kata ibu ketika ayah menegurnya untuk menghentikan ceritanya dari mulut Anna.
****
Hari semakin malam, matahari sudah sembunyi beberapa jam yang lalu. Langit gelap gulita, tidak ada bulan, tidak ada bintang. "Semoga turun hujan". Do'a Anna di balik jendela yang masih menunggu kedatangannya. 
“Masih nungguin hujan dek?” tanya Harits yang tiba-tiba muncul dan duduk di sampingnya.
Anna hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Keduanya duduk bersila dan menopang kedua pipinya dengan telapak tangan. Sunyi, tidak ada yang berbicara sepatah katapun. Hanya ada bunyi orkestra tonggeret yang terdengar samar-samar dari kejauhan. Itu pasti berasal dari curug yang ada di belakang kompleks. Mereka pernah bermain ke sana bersama ayah dan bunda.
Air terjun itu memang tidak sebesar dan se-dahsyat air terjun terkenal di dunia yang sering dilihatnya di televisi. Mungkin hanya setinggi rumah berlantai dua yang lebarnya hanya beberapa langkah saja. Tetapi kesegaran dan kesejukan alamnya begitu terasa. Bahkan bunyi toggeret dari pepohonan yang melindang rapi dengan gemuruh air terjun menimbulkan rasa damai dan tentram. Tempat itu cocok untuk mereka yang ingin menyepi.
Tok tok tok... “Sayang.. pada ngapain di sana, kok belum tidur?” suara bunda memecahkan lamunan Harits dan Anna. “Ada apa sih diluar?” tanya bunda sambil mendekati keduanya.
“Gak ada apa-apa kok bun.” Jawab Harits sambil berbalik kearah bunda.
“Yaudah tidur yuk kak. Adik... ayo sini. "Tangan bunda meraih lengan Anna yang masih melamun. Dituntunnya tubuh mungil itu ke ranjang.
“Bunda, bunda beneran enggak percaya ya sama Anna?” tanya Anna ketika bunda menarik selimut untuk membalut tubuhnya.
Bunda hanya tersenyum dan mencium keningnya. Dia tau betul apa yang sedang mengganggu pikiran putrinya. “Anna sayang.. bunda percaya kok kalau negeri di atas awan itu ada, suatu saat kita juga akan ke sana. Itu namanya surga. Tetapi kita tidak membutuhkan hujan untuk pergi ke sana, hanya hati yang bersih dan perilaku yang baik yang bisa membawa kita ke sana.” Jawab bunda sambil tersenyum dan membelai rambut putrinya. Setidaknya jawaban bunda bisa menenangkan pikirannya.
“Selamat malam sayang. Ibu sayang kalian". Sapa ibu di ambang pintu, dimatikannya lampu ruang kamar dan menutup pintunya.
****
Anna terbangun dari tidurnya, dia mendengar sesuatu dari arah jendela. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Pelan-pelan dia menyibakkan selimutnya. Dia berjalan mendekati jendela dan membuka gordennya. Hujan! Teriaknya dalam hati. Beberapa saat kemudian ada bisikan dari arah belakang, "ssstttt...".
“Ihh... kak Harits ngagetin aja.” kata Anna sambil mendorong kakaknya yang berdiri di belakangnya.
“Hahaha, kaget ya?! Kenapa belum tidur?” tanya Harits sambil menghidupkan lampu kamar.
“Suara hujan yang membangunkanku tadi. Benarkan kataku, hari ini harusnya memang hujan. Kakak sendiri kenapa bangun?".
“Tadi aku mendengar suara langkahmu, jadi aku ikut bangun" jawab Harits.
Tiba-tiba ada hembusan angin yang kencang dari arah lukisan dinding awan dan pelangi buatan Anna yang terpajang diantara ranjang mereka. Ada sesuatu yang aneh dari lukisan itu, seperti memantulkan cahaya. Harits dan Anna melihat lukisan itu dengan seksama, mereka seperti tenggelam di dalamnya.

Cahaya putih dan semakin putih, mereka menutup mata dari silau-nya cahaya. Beberapa saat kemudian cahaya itu mulai hilang dan tiba-tiba mereka berada di sebuah tempat yang entah dimana, semuanya berwarna putih bersih seperti kapas juga ada sebuah tangga berwarna emas dihadapan mereka yang mengarah keatas. Mereka berpandangan satu sama lain, mereka dibuat bingung oleh kejadian yang baru saja mereka alami. Dinaikinya tangga itu sedikit demi sedikit, semakin ke atas, semakin ke atas dan akhirnya mereka sampai di sebuah pintu gerbang yang dihiasi pohon rimbun yang menjalar dan berbunga putih indah.

Dimana ini? Dan tempat apa ini? Harits berpikir dan terkagum-kagum dengan mimpinya. Tapi apakah ini mimpi? Dia mencubit pipinya sendiri. Aow! Pekiknya pelan. Ini bukan mimpi. Sedangkan Anna tersenyum-senyum dan mengedipkan satu matanya ke arahnya.
Anna berjalan memasuki pintu gerbang, menelusuri jalan setapak yang membawanya ke arah entah ke mana tujuannya, lalu Harits mengikutinya dari belakang. Saat kakinya melangkah masuk tiba-tiba pakaiannya berubah bagaikan pakaian para putri kerajaan. Begitu juga dengan pakaian Harits yang berubah berwarna putih rapi bak pangeran.
Tetapi ini seperti di hutan, pohon-pohon pinus tinggi menjulang, berjajar cukup rapat. Dasarnya dipenuhi daun jarum pinus, bagaikan karpet cokelat yang dihamparkan menyambut kedatangan mereka. Semak-semak tumbuh subur di sana-sini, nyaris menyembunyikan jalan setapak, tampaknya tak banyak orang melalui jalan ini. Setelah beberapa menit mereka melewati jalan itu, hamparan karpet coklat itu pun berakhir di tepi hutan pinus, hamparan itu berganti warna menjadi tanah putih bersih. Dari sini, terlihat bangunan indah yang megah, "itu mungkin istananya" kata Anna. Anna tersenyum kearah Harits. "Sudah ku bilang Negeri Atas Awan itu benar-benar ada". Gumamnya sambil meyakinkan kakaknya itu.
****
“Selamat datang di istanaku Putri Anna. Kunjungan kalian menjadi kehormatan bagiku". Putri Kanza membungkuk menyambut tamunya. “Maaf, aku telah membuatmu menunggu".
"Tidak apa-apa Putri Kanza. Senang bertemu denganmu". Kata Anna kemudian menekuk salah satu kakinya memberi hormat kepada putri Kanza.
Sepertinya mereka sudah saling kenal. Gumam Harits dalam hati. Ya, tentu saja mereka saling kenal. Anna sudah menceritakannya sejak lama, tentang khayalannya. Dan kini dia baru menyadari bahwa khayalan adiknya itu benar dan dia sudah ikut tenggelam di dalamnya.

“Oh iya, perkenalkan ini...” Anna mengarahkan.
 “Aku, Harits dan ini adikku Putri Anna. Senang berkenalan denganmu Putri Kanza". Jawab Harits dengan membungkukkan sedikit punggungnya. Sepertinya dia sudah bisa menyesuaikan permaianan khayalan adiknya. Khayalan? Tapi ini seperti nyata. Entahlah, ini membingungkan sekali.

Harits mengamati anak perempuan itu dengan seksama. Tampaknya mereka sebaya, wajahnya tegas dengan hidung mancung, rahang kukuh, dan alis yang lebat nyaris bersentuhan. Kulitnya putih bersih. Cocok dengan sikap dan gaya bicaranya yang bagaikan putri istana.
“Selamat datang pangeran, senang berkenalan denganmu". Jawab Putri Kanza dengan senyum ramahnya. “Aku akan mengantar kalian berkeliling di luar Istana sebelum masuk ke dalamnya".

Ketiganya berjalan beriringan menyusuri tanah putih di pinggir taman. Walaupun bukan di pesisir pantai, tapi tanah ini memang berwarna putih. Di sini semuanya diluar nalar manusia, jika melihat ke arah langit, bukan hanya matahari yang ditemuinya, ada dua planet lain yang menghiasi langit di atasnya. Jika melihat ke bawah, ada lautan awan yang sangat indah dan terpampang luas. Dari sana akan terlihat daratan dan lautan yang sangat jauh dibawah.
“Itu bumi tempat tinggal kalian". Telunjuk Putri Kanza mengarah ke bawah. “Dan itu planet merkurius dan venus". Telunjuknya berpindah ke arah atas.
“Negeriku berada tepat di atas permukaan planet bumi. Negeri ini diperintah oleh Raja dan permaisuri-nya yang sangat adil dan bijaksana. Mereka adalah ayah bundaku dan aku putri mahkota kerajaan. Tapi menurut para leluhur kami, akan ada takdir buruk yang menimpa negeri kami. Dimana para penyihir akan menyerang dan merebut kekuasaan istana langit ini. Mereka dipimpin oleh Mangaspati. Tapi sebelum waktu itu datang, ada tanda khusus yang memberi tahu kita akan kehancuran itu. Kerusakan itu dimulai dari bumi. Mereka akan mempengaruhi manusia bumi".
“Mereka (para penyihir) tidak berjasad, berlindung dalam bayangan dan menebarkan racun-racun berbahaya, merusak hati yang bersih dan mempengaruhinya. Lihat saja di bumi kalian, orang-orang yang terkena racunnya menjadi serakah dan mementingkan diri sendiri. Mereka menghisab habis kekayaan alam, tetapi tidak memikirkan pelestariannya. Hutan dibabat dan dibakar, sampah menggunung, cuaca pun terpengaruh, suhu bumi semakin panas. Akibat panas itu orang-orang di bumi menjadi mudah marah dan baku hantam sendiri".

“Untuk mengubah takdirnya, dibutuhkan para kesatria putri dan pangeran dari bumi yang suci. Mereka yang akan menolong kami dalam pertempuran melawan Mangaspati. Jika alam rusak dan cuaca tak menentu, musim panas yang panjang tidak akan bisa menjamin kedatangan hujan. Maka tidak akan ada lagi tangga untuk para kesatria bumi yang datang untuk menolong Negeri Atas Awan ini".


_Bersambung...
 
  
 BIODATA PENGARANG

Namanya Alfia Azarifa. lahir di Magelang, 12 Februari 1999. Kecintaannya pada hujan membuatnya sering berkhayal. Ini cerpen pertamanya yang diketik ketika hujan datang. Salam kenal katanya.



Facebook     : Arial Shine
Instagram     : @arial_shine

Negeri Atas Awan By : Alfia Azarifa Part I.      Kereta senja mulai memasuki gerbang malam yang telah terbuka dan menjanjikan mimpi-mimpi ba...